Seniman Batik Tulis Indonesia

Seniman Batik Tulis Indonesia

Terkenal dengan seni pembatikkan nya, Indonesia lantas juga memiliki beberapa seniman batik. Beberapa dari mereka masih eksis sampai saat ini, dan juga banyak dari mereka telah berhasil memelihara seni batik Indonesia juga berhasil mentransformasikan citra batik ke era modernisasi. Berikut adalah 3 seniman Batik Indonesia.

Iwan Tirta

Iwan Tirta

Terlahir dengan nama Nusjirwan Tirtaamidjaja, Iwan nama sapaannya, dibesarkan dengan adat Sunda dan Minangkabau yang kental dari kedua orangtuanya, Mohamad Husein Tirtaamidjaja yang merupakan mantan anggota Mahkamah Agung. Ia menamatkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indoensia, lalu melanjutkan magister hukum di Yale University, Amerika Serikat dan sampai ke London School of Economics. Kecintaannya pada seni batik dimulai ketika ia menerima dana hibah dari John Rockefeller III untuk mempelajari kebudayaan Kasunanan Surakarta, terutamanya seni tari. Sejak itu pula ia berhasil untuk mempelajari, mengembangkan, dan meneliti semua hal yang berkaitan dengan batik.

Salah satu titik puncak karirnya sebagai desainer batik ketika karyanya dipakai oleh para kepala negara pada pertemuan APEC pada tahun 1994. Ia dikenal dengan pemikiran dan penelitiannya akan seni filsafat yang terkandung pada motif Batik Indonesia yang memiliki ribuan ragam motif. Karyanya abadi hingga wafatnya tahun 2010, ia pun menerima Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Indonesia atas dedikasinya pada dunia seni Indonesia khususnya seni batik. Setelah wafat warisan seni Iwan Tirta dilanjutkan dengan pengembangan Iwan Tirta Private Collection, yang berorientasi pada retail batik Indonesia dengan kelas premium yang memiliki lebih dari 10 toko di Indonesia, dan beberapa took mancanegara seperti di Singapura dan New York.

Go Tik Swan (KRT Hardjonagoro)

Go Tik Swan (KRT Hardjonagoro)

Semua orang Indonesia pasti mengenal batik Indonesia, tapi sedikit yang mengenal Go Tik Swan (GTS). GTS merupakan seorang anak Indonesia keturunan Tionghoa yang memiliki kecintaan yang mendalam pada batik. GTS merupakan alumnus Universitas Indonesia Fakultas Sastra Jawa yang pada awalnya mendaftar di Fakultas Ekonomi. Karir kebudayaannya dimulai ketika ia fasih memainkan sendratari Jawa. Sewaktu Dies Natalis Universitas Indonesia, ia mengadakan tari kesenian di Istana Negara di hadapan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Indonesia. Tarian yang dibawakannya pada waktu itu adalah Tarian Gambir Anom, tarian asli Solo. Dengan keluwesannya, ia berhasil membuat Presiden Soekarno terpukau. Ia lalu diajak bersalaman, mengundangnya ke Istana Negara, yang di kemudian hari ia diangkat menjadi staf ahli kebudayaan oleh Sang Presiden.

Keahliannya dalam membatik dilakoni ketika Presiden Soekarno mendengar bahwa keluarga Go Tik Swan merupakan keluarga pembatik yang dihormati di lingkungan Kota Solo. Lalu Soekarno mengutarakan niatnya pada GTS untuk dibuatkan batik dengan ciri khas Indonesia. Setelah mencari Ide dan inspirasi, ia datang dengan ide untuk menggabungkan motif klasik batik Jawa dengan pewarnaan khas Pesisir Utara Jawa yang memiliki warna terang dan cerah yang menjadikannya mahakarya batik yang banyak beredar sampai saat ini. Karena kedekatannya dengan kerabat Keraton Solo, ia mendirikan Museum Keraton Surakarta, dan setelah 10 tahun setelahnya berdiri, ia diangkat menjadi Bupati Anom dengan gelar Raden Tumenggung oleh Pakubuwono XII. Tanda gelarnya meningkat menjadi Panembahan, yang menjadi tanda gelar tertinggi dalam sejarah Jawa untuk orang biasa di luar tembok Keraton. Presiden Soekarno juga memberikan tanda gelar Satya Lencana Kebudayaan. GTS wafat pada tahun 5 November 2006.

Santosa Doellah

Santosa Doellah

Santosa Doellah merupakan pemilik Batik Danar Hadi. Bisnisnya dimulai pada tahun 1967 ketika ia masih berusia 26 tahun, setelah menikahi istrinya Danarsih Hadi Santoso. Nama Danar Hadi diambil dari nama sang istri. Ia mulai mempekerjakan 20 pembatik di halaman rumahnya. Insiprasinya juga datang dari sang kakek nenek yang memberikan hadiah perkawinan berupa 29 pak kain mori dan 174 lembar kain batik. Motif awal batik yang menjadi ciri khasnya adalah batik Wonogiren, dimana pada tahun 1970 menjadi titik balik ekspansi Batik Danar Hadi dimana ia mendirikan banyak sentra batik diantaranya Sragen, Klaten, Sukoharjo, Pekalongan, hingga Cirebon. Di tahun 1975 ia kemudian memasuki era dimana batik juga diminati dunia fashion mode. Ia rajin mengikuti pameran mode baik di dalam maupun luar negeri seperti di Singapura. Saat ini Danar hadi juga telah memiliki kegiatan ekspor batik hingga ke Amerika Serikat, Italia, dan Jepang. Outletnya juga tersebar di Indonesia lebih dari 40 toko juga ada beberapa di Singapura dan Jeddah, yang juga memperkerjakan lebih dari 1.000 karyawan.