Tenun Lurik Indonesia

Tenun Lurik Indonesia

Lurik merupakan salah satu seni budaya wastra Indonesia yang terbuat dengan teknik ditenun yang terbuat dari kapas dengan pintalan tangan dengan sebuah alat yang diberi nama gedongan. Diambil dari bahasa Jawa, lorek yang artinya garis-garis yang bermakna kesederhanaan dan rendah hati. Kain lurik hanya bermotif garis saja, tetapi terbagi menjadi garis yang besar dan yang kecil. Motif dengan corak yang memanjang vertical disebut dengan lajuran, dan morif yang membentuk garis horizontal disebut pakan malang dan corak kotak-kotak disebut cacahan. Tenun lurik memang tidak memiliki banyak motif garis, namun permainan dalam aspek pewarnaan yang membuatnya spesial dan menarik untuk dinikmati.

gedongan tenun lurik indonesia
Gedongan

Penamaan corak atau motif pada lurik kebanyakan berasal dari nama ragam tumbuhan dan flora asli Indonesia yang tidak memiliki makna atau arti khusus pada setiap namanya. Beberapa nama corak ragam lurik yaitu seperti  sodo sakler, lasem, tuluh watu, kinanti, lompong keli, kembang telo, melati secontong, ketan ireng, loro-pat, kembang bayam, daun dawuk, lintang kumelap, polos abang, galer, dan masih banyak lagi. Keraton Yogyakarta Hadiningrat juga memiliki motif lurik sendiri yang dipatenkan oleh pihak keraton seperti telu-pat, mantrijero, patangpuluhan, jago-karyo, dan ketanggungan. Motif-motif ini biasanya dikenakan prajurit keraton ketika hendak menghadap sang raja. Lurik juga dikenal sebagai kain lintas kasta, yang dimaknai bahwa lurik juga dapat dikenakan oleh rakyat jelata. Mereka dapat dan biasanya mengenakan lurik ketika adanya perayaan kirab budaya atau festival budaya. Anehnya kain lurik telah lama ada (abad ke-9) jauh dibandingkan keberadaan kain batik (abad ke-16).

Proses pembuatan kain tenun sendiri sebenarnya tidaklah sulit hanya terdapat 6 tahapan saja. Pertama bahan disiapkan seperti benang yang berasal dari tumbuhan perdu dengan warna dasar hitam dan putih. Tahap kedua benang dicelupkan ke bahan pewarnaan tradisional yaitu Tarum dan kulit batang mahoni. Tarum akan menghasilkan warna hitam, biru tua, dan jingga, sedangkan mahoni menghasilkan warna coklat. Tahapan ketiga, benang lalu dicuci hingga bersih dan dipukul-pukul sambil dijemur. Tahap selanjutnya benang tersebut yang telah dijemur hingga kering dilumuri nasi dengan sebuah kuas dari sabut kelapa. Kegunaannnya adalah agar benang tersebut menjadi kaku. Tahap kelima, benang lalu diwarnai dan dijemur kembali. Lalu tahap keenam, benang lalu dipintal dan ditenun dengan gedong menjadi sehelai kain lurik.